Dalam dunia Teknologi Informasi
diperlukan pengaturan hukum yang berkaitan dengan pemanfaatan teknologi
tersebut. Berdasarkan informasi yang saya ketahui, hingga saat ini banyak
negara belum memiliki perundang-undangan khusus di bidang teknologi informasi,
baik dalam aspek pidana maupun perdatanya. Biasanya kita kenal dengan istilah
hukum cyber atau hukum telematika. Atau bisa juga disebut sebagai cyber law,
dimana secara internasional digunakan untuk istilah hukum yang terkait dengan
pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi. Berlaku juga untuk hukum
telematika yang merupakan perwujudan dari konvergensi hukum telekomunikasi,
hukum media, dan hukum informatika. Istilah lain yang juga digunakan adalah
hukum teknologi informasi (law of information technology), hukum dunia maya
(virtual world law), dan hukum mayantara. Semuanya itu mengacu pada
perlindungan atas apa yang menjadi hak seseorang atas karya yang telah
diciptakannya.
Sejarah Hak Cipta di
Indonesia
Pada tahun 1982, Pemerintah
Indonesia mencabut pengaturan tentang hak cipta berdasarkan Auteurswet 1912
Staatsblad Nomor 600 tahun 1912 dan menetapkan Undang-undang Nomor 6 Tahun1982
tentang Hak Cipta, yang merupakan undang-undang hak cipta yang pertama di
Indonesia. Undang-undang tersebut kemudian diubah dengan Undang-undang Nomor 7
Tahun 1987, Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997, dan pada akhirnya dengan
Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 yang kini berlaku.
Dalam Undang-undang No.19, yang
dimaksud dengan Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak
untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu
dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Dimana Pemegang Hak Cipta adalah Pencipta
sebagai Pemilik Hak Cipta, atau pihak yang menerima hak tersebut dari Pencipta,
atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak
tersebut.
Perlindungan Hak
Cipta di Indonesia
Ciptaan yang dilindungi hak cipta
di Indonesia dapat mencakup misalnya buku, program komputer, pamflet,
perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan, ceramah, kuliah, pidato,
alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan, lagu
atau musik dengan atau tanpa teks, drama, drama musikal, tari, koreografi,
pewayangan, pantomim, seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar,
seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, arsitektur, peta, seni batik ,
fotografi, dan sinematografi.
Contoh Kasus
Pelanggaran UUD hak Cipta
Seseorang dengan tanpa izin
membuat situs penyayi-penyayi terkenal yang berisikan lagu-lagu dan liriknya,
foto dan cover album dari penyayi-penyayi tersebut. Contoh : Bulan Mei tahun
1997, Group Musik asal Inggris, Oasis, menuntut ratusan situs internet yang
tidak resmi yang telah memuat foto-foto, lagu-lagu beserta lirik dan video
klipnya. Alasan yang digunakan oleh grup musik tersebut dapat menimbulkan
peluang terjadinya pembuatan poster atau CD yang dilakukan pihak lain tanpa
izin. Kasus lain terjadi di Australia, dimana AMCOS (The Australian Mechanical
Copyright Owners Society) dan AMPAL (The Australian Music Publishers
Association Ltd) telah menghentikan pelanggaran Hak Cipta di Internet yang
dilakukan oleh Mahasiswa di Monash University. Pelanggaran tersebut terjadi karena
para Mahasiswa dengan tanpa izin membuat sebuah situs Internet yang berisikan
lagu-lagu Top 40 yang populer sejak tahun 1989 (Angela Bowne, 1997 :142) dalam
Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, Lindsey T dkk.
Referensi :
- http://ituuttie.blogspot.com/2013/04/keterbatasan-uu-telekomunikasi-dalam.html
- https://docs.google.com/document/d/1mWZlTZb2RJ-WQwrkvUeNmBhdkKXyWQgJvYFsJGT8J2M/edit
- http://etikprofesi.blogspot.com/p/blog-page_2.html
- http://www.scribd.com/doc/52742011/Pengertian-dan-Ketentuan-umum-Hak-Cipta1
Tidak ada komentar:
Posting Komentar