Selasa, 21 Mei 2013

Undang-Undang No. 19 tentang Hak Cipta


Dalam dunia Teknologi Informasi diperlukan pengaturan hukum yang berkaitan dengan pemanfaatan teknologi tersebut. Berdasarkan informasi yang saya ketahui, hingga saat ini banyak negara belum memiliki perundang-undangan khusus di bidang teknologi informasi, baik dalam aspek pidana maupun perdatanya. Biasanya kita kenal dengan istilah hukum cyber atau hukum telematika. Atau bisa juga disebut sebagai cyber law, dimana secara internasional digunakan untuk istilah hukum yang terkait dengan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi. Berlaku juga untuk hukum telematika yang merupakan perwujudan dari konvergensi hukum telekomunikasi, hukum media, dan hukum informatika. Istilah lain yang juga digunakan adalah hukum teknologi informasi (law of information technology), hukum dunia maya (virtual world law), dan hukum mayantara. Semuanya itu mengacu pada perlindungan atas apa yang menjadi hak seseorang atas karya yang telah diciptakannya.

Sejarah Hak Cipta di Indonesia
Pada tahun 1982, Pemerintah Indonesia mencabut pengaturan tentang hak cipta berdasarkan Auteurswet 1912 Staatsblad Nomor 600 tahun 1912 dan menetapkan Undang-undang Nomor 6 Tahun1982 tentang Hak Cipta, yang merupakan undang-undang hak cipta yang pertama di Indonesia. Undang-undang tersebut kemudian diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987, Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997, dan pada akhirnya dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 yang kini berlaku.
Dalam Undang-undang No.19, yang dimaksud dengan Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dimana Pemegang Hak Cipta adalah Pencipta sebagai Pemilik Hak Cipta, atau pihak yang menerima hak tersebut dari Pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut.

Perlindungan Hak Cipta di Indonesia
Ciptaan yang dilindungi hak cipta di Indonesia dapat mencakup misalnya buku, program komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan, ceramah, kuliah, pidato, alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan, lagu atau musik dengan atau tanpa teks, drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, pantomim, seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, arsitektur, peta, seni batik , fotografi, dan sinematografi.

Contoh Kasus Pelanggaran UUD hak Cipta
Seseorang dengan tanpa izin membuat situs penyayi-penyayi terkenal yang berisikan lagu-lagu dan liriknya, foto dan cover album dari penyayi-penyayi tersebut. Contoh : Bulan Mei tahun 1997, Group Musik asal Inggris, Oasis, menuntut ratusan situs internet yang tidak resmi yang telah memuat foto-foto, lagu-lagu beserta lirik dan video klipnya. Alasan yang digunakan oleh grup musik tersebut dapat menimbulkan peluang terjadinya pembuatan poster atau CD yang dilakukan pihak lain tanpa izin. Kasus lain terjadi di Australia, dimana AMCOS (The Australian Mechanical Copyright Owners Society) dan AMPAL (The Australian Music Publishers Association Ltd) telah menghentikan pelanggaran Hak Cipta di Internet yang dilakukan oleh Mahasiswa di Monash University. Pelanggaran tersebut terjadi karena para Mahasiswa dengan tanpa izin membuat sebuah situs Internet yang berisikan lagu-lagu Top 40 yang populer sejak tahun 1989 (Angela Bowne, 1997 :142) dalam Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, Lindsey T dkk.


Referensi :
  • http://ituuttie.blogspot.com/2013/04/keterbatasan-uu-telekomunikasi-dalam.html
  • https://docs.google.com/document/d/1mWZlTZb2RJ-WQwrkvUeNmBhdkKXyWQgJvYFsJGT8J2M/edit
  • http://etikprofesi.blogspot.com/p/blog-page_2.html
  • http://www.scribd.com/doc/52742011/Pengertian-dan-Ketentuan-umum-Hak-Cipta1


Tidak ada komentar:

Posting Komentar